Inklusi disabilitas adalah upaya yang sedang diwujudkan masyarakat dan pemerintah dalam memenuhi hak-hak penyandang disabilitas. Berikut penjelasan lengkapnya!
Hari Difabel Internasional diperingati oleh masyarakat dunia pada tanggal 3 Desember setiap tahunnya. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran publik atas hak-hak penyandang disabilitas.
Hanya saja, pemenuhan hak para penyandang disabilitas ini masih belum optimal. Termasuk dalam hal keuangan, indeks literasi keuangan kaum disabilitas masih tergolong rendah.
Maka, bukan sesuatu yang mengherankan jika banyak pihak, baik pemerintah maupun swasta yang berusaha memenuhi hak penyandang disabilitas secara inklusif.
Baca juga: 10 Cara Mengatasi Masalah Keuangan yang Memusingkan, Simak!
Sebelum membahas tentang inklusi disabilitas, ada baiknya kamu mengetahui terlebih dulu, siapa penyandang disabilitas itu?
Indonesia memiliki undang-undang khusus tentang kaum disabilitas, yaitu UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.
Dalam UU tersebut, penyandang Disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama.
Penyandang disabilitas termasuk dalam kategori masyarakat rentan, karena dalam berinteraksi dengan lingkungan mereka bisa mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak.
UU ini juga menegaskan pentingnya kaum disabilitas untuk mendapatkan kesamaan kesempatan, yaitu keadaan yang memberikan peluang dan/atau menyediakan akses kepada Penyandang Disabilitas untuk menyalurkan potensi dalam segala aspek penyelenggaraan negara dan masyarakat.
Baca juga: CSR OCBC Tingkatkan Literasi Keuangan UPI Bandung dan Unpad
Indonesia termasuk negara dengan populasi penyandang disabilitas yang besar. Melansir Kompas, populasi penyandang disabilitas mencapai 23,3 juta jiwa atau hampir 9 persen dari jumlah penduduk.
Secara demografi, 42% penyandang disabilitas berusia di atas 60 tahun dan 51,3% tinggal di perkotaan. Berikutnya, sekitar 48% penyandang disabilitas berada di kelompok usia produktif, yaitu 19-59 tahun.
Hak-hak para penyandang disabilitas yang jumlahnya sangat besar itu tentu harus dipenuhi. Merujuk pada Pasal 5 UU 8/2016 tersebut, hak penyandang disabilitas meliputi:
Selain itu, UU tersebut juga secara khusus mengatur hak perempuan penyandang disabilitas, yaitu:
Berikutnya, anak penyandang disabilitas memiliki hak antara lain:
Baca juga: Mengenal Financial Distress, Jenis, Penyebab & Cara Mencegah
Lalu apa itu inklusi disabilitas? Inklusi disabilitas adalah pemerataan hak-hak secara masif tanpa memandang kondisi, termasuk bagi kaum penyandang disabilitas.
Artinya, setiap penyandang disabilitas di Indonesia maupun dunia harus mendapatkan hak-haknya sebagaimana diuraikan dalam UU tersebut di atas. Tak hanya itu, perempuan dan anak penyandang disabilitas juga harus mendapat kesempatan yang sama.
Sayangnya, Indonesia menurut Indeks Inklusivitas Global pada tahun 2020 masih berada di peringkat ke-125 dunia dan peringkat ke-5 di ASEAN dalam memastikan inklusivitas tersebut.
Dari temuan tersebut, dapat disimpulkan bahwa Indonesia masih kurang optimal dalam berupaya untuk mendukung dan mewujudkan inklusi disabilitas.
Menurut Ketua Asosiasi Profesi Ortopedagog Indonesia (APOI), Sujarwanto dalam kolom opini di Jawapos, ada beberapa faktor yang menyebabkan inklusi disabilitas di Indonesia masih tergolong rendah.
Pertama, mewujudkan inklusi disabilitas melibatkan banyak aktor di berbagai sektor. Misalnya, pemenuhan hak inklusif di sektor pendidikan, tidak bisa hanya dilakukan oleh Dinas Pendidikan saja, melainkan perlu dukungan dari dinas terkait, seperti dinas sosial dan dinas kesehatan.
Faktor kedua, tambah Sujarwanto, inklusi disabilitas sulit terwujud akibat stigma yang berkembang di kalangan masyarakat. Contohnya, narasi yang menyebutkan bahwa penyandang disabilitas merupakan “beban”.
Baca: 6 Tips Mencapai Financial Freedom Agar Masa Depan Terjamin
Seperti yang disinggung di awal, mewujudkan inklusi disabilitas merupakan kerja kolosal yang harus dilakukan banyak pihak, baik sektor pemerintah maupun swasta.
PT Bank OCBC NISP Tbk (OCBC) sebagai salah satu bank terbesar di Indonesia pun tidak mau ketinggalan. Melalui program bertajuk “Semua Bisa #FinanciallyFit: Disabilitas Menyala Tanpa Batas”, OCBC membantu mempercepat inklusi disabilitas pada sektor keuangan.
Program ini dirancang khusus untuk membuka peluang lebih luas bagi penyandang disabilitas dalam mengakses pengetahuan dan sumber daya keuangan, sekaligus memastikan bahwa setiap individu, tanpa terkecuali, dapat mengelola keuangan mereka dengan lebih baik dan mandiri.
“Semua Bisa #FinanciallyFit: Disabilitas Menyala Tanpa Batas merupakan salah satu wujud program CSR kami di pilar edukasi, dimana kami percaya bahwa pengetahuan literasi keuangan yang tepat akan membantu tiap individu untuk dapat mencapai life goals keuangan,” kata Aleta Hanafi, Brand & Communication Division Head OCBC.
Program ini merupakan partisipasi nyata OCBC terhadap arahan OJK untuk memperkuat aliansi strategis dengan berbagai pihak untuk melaksanakan kegiatan edukasi keuangan secara langsung kepada segmen disabilitas.
Wujud nyata tersebut dilakukan dalam program Financial Education Board Game bersama OCBC volunteer di salah satu Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB) di Jakarta. Hal ini yang menginspirasi OCBC untuk mengembangkan Ruangmenyala.com yang ramah bagi teman-teman disabilitas.
Tahun ini pengembangan Ruang Menyala dilakukan untuk menjangkau teman-teman disabilitas untuk mempelajari dasar-dasar pengelolaan keuangan pribadi, seperti budgeting, pengelolaan utang, investasi, dan perencanaan masa depan melalui:
Itulah ulasan mengenai apa itu inklusi disabilitas yang perlu kamu ketahui. Kamu juga bisa mendapatkan informasi menarik lain seputar keuangan dan perbankan dengan membuka halaman Article OCBC!
Baca juga: Miskonsepsi Financial Planning, Apa Saja?