SPN adalah surat berharga yang resmi diterbitkan oleh negara dengan jangka 12 bulan.
Surat Perbendaharaan Negara atau SPN adalah salah satu ragam Surat Utang Negara. SPN adalah surat berharga yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pajak Penghasilan Atas Diskonto Surat Perbendaharaan Negara.
Lalu, apa itu Surat Perbendaharaan Negara? Untuk mengetahui lebih lanjut, simak ulasannya berikut ini.
Sebelum membahas tentang Surat Perbendaharaan Negara, mari masuk ke ulasan tentang Surat Utang Negara terlebih dahulu. Seperti yang telah disinggung sebelumnya, SPN adalah salah satu jenis Surat Utang Negara (SUN), bersama dengan Obligasi Negara.
Surat Utang Negara adalah surat pengakuan utang yang dijamin oleh negara. Hal-hal yang dijamin adalah pembayaran bunga dan pokok. Surat Utang Negara diatur pada UU Nomor 24 Tahun 2002.
SUN kemudian digunakan oleh negara untuk membiayai anggaran negara, seperti defisit APBN. Selain dipasarkan di Pasar Perdana, SUN juga dapat dipasarkan di Pasar Sekunder, atau perniagaan SUN yang sudah dijual di Pasar Perdana.
SUN adalah instrumen investasi yang dirilis resmi oleh negara. Investor dapat membeli SUN dan mendapatkan imbal hasil dari kupon yang dibayarkan pada periode tertentu. Itu berarti, pada akhir kontrak atau pada saat jatuh tempo, investor akan memperoleh pembayaran pokok utang dan kupon terakhir (jika ada).
Selain itu, beberapa investor memilih berinvestasi dengan membeli SUN karena risiko gagal bayarnya kecil sebab telah diatur pada Undang-Undang. Manfaat lainnya dari SUN adalah investor bisa mengajukan SUN sebagai agunan yang dapat dijual sewaktu-waktu saat membutuhkan dana. Namun, perlu diingat bahwa harga jual sesuai dengan harga pasar saat itu.
SUN memiliki beragam jenis, di antaranya Surat Perbendaharaan Negara (SPN) dan Obligasi. Kedua jenis surat utang tersebut termasuk banyak diminati oleh investor karena memberikan banyak manfaat.
Salah satu jenis SUN adalah SPN atau Surat Perbendaharaan Negara. Menurut PP Nomor 11 Tahun 2006, pengertian Surat Perbendaharaan Negara atau SPN adalah Surat Utang Negara dengan jangka waktu paling lama 12 bulan. Di beberapa negara, SPN juga disebut Treasury Bills (T-Bills).
Pembayaran bunga SPN adalah secara diskonto, yang mana merupakan selisih lebih nilai nominal yang diterima saat jatuh tempo dan nilai tunai yang dibayar saat SPN diterbitkan di Pasar Perdana. Diskonto SPN tidak termasuk Pajak Penghasilan yang dipungut.
Lebih lanjut, diskonto SPN adalah selisih nominal saat jatuh tempo dengan harga perolehan di Pasar Sekunder atau Pasar Perdana. Diskonto SPN juga bisa berupa selisih harga perolehan di Pasar Sekunder atau Pasar Perdana dengan harga jual di Pasar Sekunder.
Pasar Perdana SPN menurut PP Nomor 11 Tahun 2006 adalah kegiatan penawaran dan penjualan SPN untuk pertama kali. SPN menggunakan basis actual per actual atau jumlah hari bunga sebenarnya untuk jumlah hari bunga untuk perhitungan bunga berjalan.
Menurut PP No. 27 Tahun 2008, Pajak Penghasilan yang dipungut untuk SPN adalah sebanyak 20% dari diskonto SPN dan pemungutan dilakukan pada tanggal di mana investor telah menyelesaikan transaksi SPN di Pasar Perdana. Tarif tersebut berlaku bagi wajib pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT) serta wajib pajak luar negeri.
Lantas, siapa yang memotong pajak penghasilan? Pemungutan pajak penghasilan dilakukan oleh Penerbit SPN atau kustodian yang ditunjuk sebagai agen pembayar, maupun broker (perusahaan efek) atau bank yang berperan sebagai pedagang perantara atau pembeli.
Baca Juga: Investasi di Obligasi, Oke Gak Sih?
Obligasi merupakan salah satu jenis Surat Utang Negara. Bersamaan dengan SPN, Obligasi juga dapat menjadi instrumen investasi.
Menurut Peraturan Menteri Keuangan No. 2017 Tahun 2008, Obligasi Negara adalah Surat Utang Negara yang memiliki jangka waktu lebih dari 12 bulan yang pembayaran kupon/bunganya secara diskonto. Obligasi telah tercatat di Bursa bersamaan dengan Efek lainnya.
Sama halnya dengan SPN, penghasilan berupa bunga obligasi yang diterima oleh wajib pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT) dikenai pajak penghasilan yang bersifat final. Menurut PP Nomor 91 Tahun 2021, tarif pajak penghasilan untuk obligasi adalah 10% dari dasar pengenaan pajak penghasilan.
Pada obligasi, terdapat janji pihak penerbit Efek untuk membayar pokok utang pada tenggat yang telah ditentukan dan bunga pada periode tertentu. Obligasi sendiri dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:
Tidak hanya untuk dalam negeri, Obligasi Negara juga dapat dijual di Pasar Perdana Internasional melalui Pemerintah atau melalui agen penjual. Obligasi tersebut dikenal sebagai Obligasi Negara dalam valas (valuta asing).
Secara umum, investasi dalam Surat Utang Negara (SUN) memiliki beberapa keuntungan, antara lain:
Keuntungan-keuntungan ini membuat Surat Perbendaharaan Negara (SPN) maupun obligasi negara menjadi pilihan investasi menarik bagi investor yang sedang mencari pendapatan stabil dengan risiko yang relatif rendah.
Jika tertarik berinvestasi di SUN, Sobat OCBC juga bisa mencoba berinvestasi di Obligasi Pemerintah IDR - USD yang disediakan oleh OCBC. Investasi ini aman dilakukan karena telah dijamin oleh Undang-Undang Surat Utang Negara dengan Pengembalian 100% saat jatuh tempo.
Selain itu, investasi di Obligasi Pemerintah IDR - USD juga bisa dimulai dari Rp1 Juta saja, lho! Transaksinya pun bisa dilakukan kapan saja. Jadi, tunggu apalagi? Simpan dana Sobat OCBC di Obligasi IDR - USD sekarang dan rasakan keuntungan optimalnya!
Baca juga:10+ Jenis Investasi Terbaik untuk Simpanan Masa Depan