Apa Itu Force Majeure? Pengertian, Jenis-Jenis & Contohnya

30 Mar 2023

Force majeure adalah situasi terdesak, debitur tidak bisa memenuhi kewajibannya.

Force majeure merujuk pada suatu kejadian atau risiko yang tidak bisa dikendalikan dan diantisipasi.

Berdasarkan kontrak, klausul force majeure memberikan penangguhan sementara pada pihak debitur dalam melakukan kewajibannya berdasarkan perjanjian setelah peristiwa tersebut.

Lantas, keadaan seperti apa yang termasuk dalam force majeure? Yuk, simak penjelasan lengkapnya pada ulasan berikut ini.

Apa itu Force Majeure?

Force majeure adalah keadaan memaksa (overmatch) yang menyebabkan debitur gagal menjalankan kewajibannya kepada pihak kreditur karena kejadian di luar kuasa mereka.

Misalnya, terjadi bencana alam seperti gempa bumi, tanah longsor, epidemik, perang, kerusuhan, dan sebagainya.

Istilah tersebut juga dikenal dengan keadaan kahar dalam Bahasa Indonesia. Sedangkan pada Bahasa Prancis, secara harfiah pengertian force majeure adalah kekuatan yang lebih besar.

Secara umum, sejumlah peristiwa yang bisa digolongkan dalam force majeure ketika terjadi tanpa bisa diduga, di luar kuasa pihak terkait, dan tidak bisa dihindari.

Biasanya, klausul force majeure hampir selalu ada di dalam setiap kontrak perjanjian antara dua belah pihak.

Keberadaan force majeure berguna untuk mengantisipasi hal-hal yang mungkin bisa terjadi di masa depan dan berpotensi menyebabkan kerugian antar pihak bersangkutan.

Sebagai konsekuensinya, pihak debitur bisa dibebaskan dari tuntutan ketika berada dalam kondisi force majeure.

Baca juga: 5 Cara Perhitungan Pelunasan Kredit Dipercepat dan Contohnya

Dasar Hukum Force Majeure di Indonesia

Dasar hukum force majeure di Indonesia ditetapkan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) Pasal 1244 dan Pasal 1245.

Pasal 1244 KUHPer menyatakan bahwa:

“Debitur harus dihukum untuk mengganti biaya, kerugian dan bunga apabila ia tidak dapat membuktikan bahwa tidak dilaksanakannya perikatan itu atau tidak tepatnya waktu dalam melaksanakan perikatan itu disebabkan oleh sesuatu hal yang tak terduga atau yang tak dapat dipertanggungkan kepadanya walaupun tidak ada itikad buruk kepadanya.”

Sehingga, dapat dikatakan bahwa debitur harus dihukum untuk mengganti biaya, kerugian, dan bunga jika tidak dapat membuktikan ketidaksanggupan memenuhi perjanjian secara tepat waktu karena kejadian di luar kendalinya.

Sementara itu, pada Pasal 1245 KUHPer berbunyi:

“Tidak ada penggantian biaya, kerugian, dan bunga bila karena keadaan memaksa atau karena hal yang terjadi secara kebetulan, debitur terhalang untuk memberikan atau berbuat sesuatu yang diwajibkan, atau melakukan suatu perbuatan yang terlarang baginya.”

Dengan kata lain, tidak ada penggantian biaya kerugian dan bunga apabila keadaan memaksa atau karena hal yang terjadi secara kebetulan.

Sehingga debitur berhalangan untuk memberikan atau berbuat sesuatu yang diwajibkan, serta melakukan suatu perbuatan terlarang baginya.

Merujuk pada dasar hukum force majeure di atas, ada beberapa unsur yang dapat menyebabkan kondisi tersebut, di antaranya:

  • Kejadian yang tidak terduga.
  • Terdapat halangan yang menyebabkan suatu kewajiban tidak mungkin dilaksanakan.
  • Ketidakmampuan tersebut bukan disebabkan karena kesalahan debitur.
  • Ketidaksanggupan tersebut tidak bisa dibebankan risiko kepada debitur.

Jenis-Jenis Force Majeure

Force majeure adalah kondisi yang terjadi setelah perjanjian disepakati, ketika keadaan tersebut menghalangi salah satu pihak untuk memenuhi kewajibannya.

Force majeure menjadi suatu alasan untuk membebaskan debitur dari kewajiban membayar penalti atas dasar wanprestasi yang dinyatakan oleh kreditur.

Adapun jenis-jenis force majeure atau kondisi terdesak tersebut, di antaranya:

1. Force Majeure Absolut

Force majeure absolut adalah keadaan ketika hak dan kewajiban debitur tidak bisa dilakukan sama sekali bagaimanapun kondisinya.

Keadaan ini disebut dengan impossibility. Misalnya, ketika barang yang menjadi objek dalam perikatan tidak bisa ditemukan lagi di pasaran karena produksinya telah dihentikan.

Baca juga: 5 Jenis Pinjaman Bunga Rendah bagi yang Butuh Dana Cepat

2. Force Majeure Relatif

Keadaan force majeure relatif ini juga sering disebut dengan impracticality atau kondisi ketika pemenuhan kewajiban dan hak secara normal tidak bisa lagi dilaksanakan.

Misalnya, pada kontrak ekspor impor tiba-tiba pemerintah mengeluarkan kebijakan larangan aktivitas tersebut.

Secara normal, kontrak tersebut tentu tidak bisa dilaksanakan karena hal tersebut sudah diatur oleh pemerintah.

Namun, hal tersebut mungkin masih bisa dilakukan apabila penjual membawa langsung barang tersebut ke luar negeri.

3. Force Majeure Permanen

Pada force majeure ini, kewajiban dan hak kedua belah pihak sama sekali tidak bisa dijalankan hingga kapan pun.

Misalnya, dalam kontrak pembuatan sebuah karya seni dan seniman mengalami penyakit yang menurunkan daya fungsi organnya.

Ketika kemungkinan seniman tersebut untuk sembuh hampir tidak ada, maka perjanjian tidak akan bisa dijalankan.

4. Force Majeure Temporer

Force majeure temporer adalah kondisi ketika kewajiban dan hak tidak bisa dilakukan dalam sementara waktu, namun nantinya masih mungkin dipenuhi.

Misalnya, perjanjian pengadaan suatu produk yang dihentikan karena pegawai mogok kerja. Setelah keadaan kembali normal, maka pabrik akan kembali beroperasi dan barang bisa dibuat.

Contoh Force Majeure

Agar semakin paham terkait konsep ini, berikut contoh force majeure sederhana yang mungkin sering terjadi di masyarakat.

Pak Amir memiliki usaha perkebunan sayuran dan menjadi pemasok di berbagai pihak toko retail dan pasar.

Pada suatu hari, kendaraan yang menyalurkan sayur-sayuran tersebut mengalami kecelakaan karena bencana alam, sehingga produknya tidak bisa sampai kepada pemesan.

Dalam situasi tersebut, Pak Amir sebenarnya telah menjalankan kewajibannya dengan baik dan mengirimkan produknya, namun kecelakaan tersebut di luar kendalinya.

Dengan ini, Pak Amir tidak dianggap lalai dan tidak akan dituntut ganti rugi oleh pihak toko retail yang menjadi pelanggannya.

Demikian informasi seputar apa itu force majeure, beserta dasar hukum, jenis-jenis, dan contohnya di masyarakat.

Force majeure adalah kondisi mendesak yang menyebabkan seseorang tidak bisa memenuhi kewajibannya berdasarkan kesepakatan pada kontrak.

Jika hal tersebut bisa dibuktikan dan tidak direkayasa, maka pihak yang dirugikan tidak bisa meminta ganti rugi karena hal tersebut terjadi di luar kendali.

Semoga informasinya bisa membantu! Temukan lebih banyak artikel tentang bisnis, investasi, dan ekonomi hanya di Blog OCBC NISP.

Baca juga: Agen Ekspor: Pengertian, Jenis, Keuntungan, dan Contohnya

 


Story for your Inspiration

Baca

News Update - 20 Des 2024

Four lessons from the US inflation data

Baca

Investasi - 18 Des 2024

Pinjol Makin Mudah, Hati-hati Terjebak Hutang Konsumtif

See All

Produk Terkait

Individu

Individu

Solusi perbankan OCBC siap bantu kamu penuhi semua aspirasi dalam hidup #TAYTB
OCBC mobile
ONe Mobile

OCBC mobile

Tumbuhkan uang dalam 1 aplikasi bersama OCBC mobile yang baru.
Trade Finance

Trade Finance

Kelola bisnis jadi lebih mudah dan nyaman

Download OCBC mobile