Pemerintah mengeluarkan banyak kebijakan di bidang impor. Apa sajakah itu?
Dalam sebuah negara, apa saja contoh kebijakan di bidang impor? Seperti diketahui, impor merupakan salah satu aktivitas yang dilakukan dalam perdagangan internasional.
Salah satu tujuan dari penerapan impor adalah untuk menjaga kestabilan ekonomi dalam negeri.
Nah, dalam pelaksanaannya, apa saja kebijakan di bidang impor yang perlu diketahui? Selengkapnya, yuk simak uraiannya di artikel berikut ini!
Kebijakan pemerintah di bidang impor terbagi menjadi dua kategori, yaitu hambatan tarif dan non-tarif. Berikut masing-masing penjelasannya.
Untuk menghindari membludaknya barang-barang impor dari luar negeri, pemerintah menetapkan kebijakan hambatan tarif dengan mengenakan pungutan Bea Masuk.
Jadi, barang impor yang masuk ke Indonesia akan dikenakan biaya dengan perhitungan tertentu.
Kebijakan hambatan non-tarif mengacu pada aturan yang berupa aspek non-pajak.
Dalam hal ini, pembatasan bisa berupa volume barang, standar produk, hingga pemberian lisensi.
Kebijakan jenis ini dapat memengaruhi struktur, komposisi, dan kelancaran operasional perusahaan.
Meskipun begitu, perusahaan juga bisa mendapat keuntungan dari naiknya harga barang di pasaran. Sederhananya, karena kuota impor menjadi lebih rendah, demand pun meningkat.
Baca juga: Kebijakan Fiskal: Pengertian, Tujuan, Instrumen, & Contohnya
Setelah mengetahui dua jenis kategorinya, contoh-contoh yang merupakan kebijakan di bidang impor adalah sebagai berikut.
Kuota impor adalah kebijakan yang bertujuan untuk membatasi jumlah produk dari luar negeri dalam kurun waktu tertentu.
Kebijakan ini merupakan proteksi terhadap barang-barang dalam negeri yang sering kali kalah saing dalam sisi harga dengan produk impor.
Mekanisme diterapkannya kuota impor terbagi menjadi dua, yaitu Pengekangan Ekspor Sukarela (VER) dan kuota tersembunyi.
Pembatasan Ekspor Sukarela atau VER berarti kuota ditentukan secara sukarela oleh negara yang mau melakukan ekspor kepada negara mitra.
Sementara itu, kuota tersembunyi berarti negara membatasi kiriman barang tanpa secara gamblang menerapkan kuota impor dari negara lain.
Contohnya, pemerintah membatasi secara ketat kontrol kualitas untuk semua barang impor, sehingga yang mutunya di bawah standar akan ditolak.
Devisa merupakan aset keuangan yang harus dimiliki untuk bertransaksi dalam perdagangan internasional.
Pengendalian devisa berarti merujuk pada pembatasan persediaan devisa untuk negara pengimpor, sehingga importir perlu membatasi kuantitas barang yang akan dikirim.
Bea masuk adalah kebijakan di bidang impor dengan mematok tarif pajak tertentu untuk barang-barang dari luar negeri.
Bea masuk berlaku untuk barang dengan nilai impor lebih dari USD3 (setara Rp45.000) per kiriman. Di bawah itu, pajak yang dikenakan hanyalah PPN sebesar 11%.
Untuk barang dengan nilai impor lebih dari USD3 hingga USD1500 per kiriman, bea masuk yang harus dibayarkan adalah sebesar 7,5% dan PPN 11%.
Sementara itu, barang yang memiliki nilai impor lebih dari USD1500 untuk setiap kirimannya akan dikenakan bea masuk, PPN, dan PDRI.
Sebagai catatan, bea masuk tidak berlaku untuk buku impor yang bertema ilmu pengetahuan, teknologi, pelajaran umum, kitab suci, dan pelajaran agama.
Baca juga: Kebijakan Moneter: Pengertian, Tujuan, Jenis, & Instrumennya
Berbeda dengan beberapa kebijakan sebelumnya, aturan jenis ini diterapkan kepada produsen barang dalam negeri.
Kadang kala, konsumen lebih memilih untuk mengonsumsi produk luar negeri karena harganya yang lebih murah dibanding barang produksi dalam negeri.
Mengatasi hal tersebut, pemerintah biasanya akan menerapkan subsidi kepada produsen, contohnya yaitu dengan mengurangi biaya yang digunakan untuk proses produksi.
Alhasil, produk dalam negeri pun dapat dipatok dengan harga yang lebih murah.
Mungkin Anda akan merasa senang apabila nilai mata uang rupiah mengalami kenaikan terhadap dolar.
Namun ternyata, pemerintah terkadang dengan sengaja menurunkan nilai mata uang rupiah terhadap mata uang asing. Hal inilah yang disebut dengan devaluasi.
Intinya, devaluasi adalah kebijakan di bidang impor yang bertujuan untuk menurunkan nilai mata uang nasional terhadap mata uang asing dengan sengaja.
Dengan menerapkan devaluasi, harga barang impor pun menjadi semakin mahal, dan konsumen akhirnya memilih untuk mengkonsumsi produk dalam negeri.
Larangan jenis ini adalah contoh kebijakan di bidang impor dengan melarang kiriman barang dari luar negeri untuk maksud dan tujuan tertentu.
Barang yang dilarang impor umumnya memiliki kriteria berikut:
1) Barang berbahaya atau fatal
2) Barang rusak atau cacat
Menurut Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2022[1][2], berikut beberapa jenis barang yang dilarang diimpor ke Indonesia:
Nah, itu dia beberapa daftar kebijakan di bidang impor beserta penjelasannya. Semoga penjelasan di atas bisa membantu Anda saat hendak melakukan impor barang.
Selengkapnya, jika Sobat OCBC NISP ingin membaca lebih banyak insight seputar ekonomi, keuangan, atau investasi, yuk kunjungi artikel lain di blog OCBC NISP!
Baca juga: Daya Beli Masyarakat Menurun Karena Inflasi, Apa Dampaknya?