Pengertian riba nasi’ah dalam agama Islam. Cermati penjelasannya berikut.
Ada banyak hal yang diatur dalam hukum Islam, salah satunya adalah diharamkannya riba. Riba nasi’ah adalah salah satu golongan riba dalam konteks jual beli atau transaksi. Sama halnya dengan yang lain, hukum riba nasi’ah haram secara mutlak.
Selain riba nasi’ah, dalam konteks jual beli, umat Islam juga perlu mengenal adanya riba fadhl. Lalu, apa perbedaan dari keduanya? Bagi yang belum paham, yuk pelajari lebih dalam pada artikel berikut ini.
Secara bahasa, riba memiliki arti tambahan (zidayah). Sementara, menurut istilah riba berarti pengambilan tambahan dari modal atau harta secara batil. Dimana, hal ini bertentangan dengan muamalah agama Islam.
Sedangkan, para ulama mengemukakan bahwa arti dari nasi’ah yaitu mengakhiri atau menangguhkan. Sehinga, bisa disimpulkan, arti dari riba nasi’ah adalah pengambilan atau pemberian tambahan pada suatu barang/modal yang ditangguhkan dan diakhiri pembayaran.
Riba nasi’ah adalah riba yang sangat rawan terjadi pada jenis transaksi menggunakan barang-barang ribawi. Adapun enam jenis barang ribawi telah disebutkan dalam hadist, diantaranya:
Riba nasi’ah adalah riba yang ramai dipraktekkan pada zaman Jahiliyah (masa kebodohan) dimana orang-orang menjual benda dengan pembayaran di kemudian hari (penangguhan) sampat jangka waktu tertentu.
Kemudian, apabila waktu yang disepakati telah tiba, penjual (pemberi) barang akan memberikan tambahan jumlah hutang kepada pembeli (penerima) barang sebagai suatu syarat atau sanksi.
Dalam dunia akuntansi atau bank konvensional, praktek riba nasi’ah ini bisa dikatakan sebagai bunga. Lebih jelasnya, pengambilan bunga terhadap jual beli suatu barang, sehingga jumlah harga yang harus dibayarkan lebih dari harga sebenarnya.
Baik riba nasi’ah maupun riba fadhl sama-sama tergolong riba dalam jual beli. Perbedaan antara keduanya sangat tipi, hanya saja terletak pada waktu serah terimanya. Riba nasi’ah diperoleh sebagai syarat atas pembayaran yang ditangguhkan atau sederhananya hutang.
Sedangkan, riba fadhl adalah riba yang diperoleh karena adanya transaksi barang sejenis, tetapi ada imbalan atau tambahan di salah satu barangnya. Singkatnya begini, Anda sepakat untuk bertransaksi emas. Namun, Anda memberi emas 1 gram sedangkan pihak lain memberi emas 2 gram. Maka itu bisa termasuk dalam riba fadhl.
Guna menghindari riba fadhl, maka ada dua syarat dalam transaksi yang harus Anda penuhi ketika melakukan jual beli benda ribawi, diantaranya yaitu:
Bagaimana, apakah sobat OCBC sudah cukup memahaminya? Pada intinya, riba fadhl terjadi pada saat transaksi dilakukan secara langsung tanpa adanya penangguhan, sedangkan, riba nasi’ah adalah riba yang diterima ketika ada syarat di suatu tangguhan pembayaran (hutang).
Hukum riba nasi’ah adalah haram mutlak, dan itu sudah dipastikan oleh Allah SWT dalam hadist Usamah bin Zaid R.A, dalam hadist tersebut Rasulullah SAW bersabda.
“Tidak ada riba kecuali pada nasi-ah.” [HR. Al-Bukhari][1].
Tidak hanya itu, dalam riwayat Ubadah bin Ash-Shamit R.A melalui Imam Al-Bukhari, Rasulullah SAW bersabda:
“(Jual beli) Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, sya’ir dengan sya’ir, kurma dengan kurma dan garam dengan garam, ukurannya harus sama, dan harus dari tangan ke tangan (dilakukan dengan kontan). Jika jenis-jenisnya tidak sama, maka jual-lah sesuka kalian asalkan secara kontan.”
Dalam surah Al-Qur’an surah Al Baqarah ayat 278, Allah SWT dengan tegas kepada umat muslim untuk meninggalkan riba,
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.” (Al Baqarah:278)
Sebagai orang beriman dan berakal, umat muslim harus bisa membedakan antara jual beli dan riba. Allah SWT tidak melarang bahkan menghalalkan adanya perdagangan atau jual beli. Namun, jika terdapat indikasi riba dalam praktek jual beli tersebut, maka akan menjadi sesuatu yang haram.
Dalam kehidupan sehari-hari, riba nasi’ah adalah praktek riba yang sangat sering ditemui. Riba nasi’ah contohnya saat ada seseorang menjual 1kg gandum kepada orang lain seharga Rp5000 dengan pembayaran dalam jangka waktu tertentu.
Karena adanya penangguhan pembayaran, maka penjual membebankan tambahan harga sebagai imbalan atas penangguhan tersebut. Jika terjadi seperti ini, maka tambahan harga tersebut termasuk dalam riba nasi’ah yang mana hukumnya adalah haram.
Nah, itu dia penjelasan OCBC NISP mengenai salah satu jenis riba, yaitu pengertian riba nasi’ah dan contohnya. Sebagai umat muslim yang mengharap berkah Allah SWT, wajib rasanya bagi Anda untuk memahami apa saja larangan agama, termasuk dalam hal transaksi bisnis.