Kini sudah mendekati akhir tahun 2021 dan nampak banyak hal yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi China. Lalu, faktor apa saja yang mendorong pertumbuhan ekonominya?
Memasuki tahun 2022, perekonomian China menghadapi banyak tantangan seiring dengan permasalahan gagal bayar pada beberapa pengembang properti besar, serta kenaikan kasus COVID-19 yang kembali membuat China melakukan pembatasan. Dana Moneter Internasional atau IMF sendiri menurunkan estimasi pertumbuhan ekonomi China di 2022, menjadi 5.6%, setelah diproyeksikan tumbuh sebesar 8% di 2021.
Seperti yang diketahui, industri properti China, khususnya real estate, merupakan pendorong pertumbuhan utama dalam perekonomian China. Namun pertumbuhannya mulai terhambat sejak pertengahan tahun, setelah pemerintah China memperketat aturan pembelian rumah melalui Three Red Lines di 2020 dan meluncurkan beberapa regulasi. Beberapa perusahaan properti lainnya kini menyusul masalah likuiditas yang dialami oleh Evergrande Group.
Maka itu, untuk menjaga stabilitas ekonomi yang telah rebound dari tekanan tahun lalu, Bank Sentral China (People’s Bank of China / PBoC) pada tanggal 6 Desember 2021 mengumumkan penurunan reserve requirement ratio (RRR) atau giro wajib minimum untuk bank-bank sebesar 50 basis poin (bps) menjadi 11.5%, yang akan efektif mulai 15 Desember 2021. Pengurangan tidak berlaku untuk lembaga keuangan yang sudah tercatat memiliki RRR sebesar 5%.
Lebih lanjut, langkah tersebut bertujuan untuk mengurangi jumlah uang tunai yang harus disimpan sebagai cadangan, yang memungkinkan 1.2 triliun yuan (USD 188 miliar) dana untuk disuntikkan ke dalam perekonomian China dalam jangka panjang. Pemotongan tersebut juga diharapkan dapat mengurangi tekanan kepada lembaga keuangan dan mendorong mereka untuk memberikan lebih banyak pinjaman bagi bisnis.
Selain itu, secara spesifik bagi industri real estate, para pemimpin China juga menyetujui untuk mempromosikan pembangunan rumah yang terjangkau dan mendukung pasar perumahan komersial dan lebih memenuhi kebutuhan perumahan yang wajar dari pembeli.
Kebijakan yang telah diambil China tersebut diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi kedepannya, terutama ditengah pandemi COVID-19 dan krisis likuiditas pada perusahaan properti yang masih berlanjut.
Sebagai dampak dari melambatnya pertumbuhan ekonomi China ini telah membuat harga saham-saham perusahaan di China dan Hong Kong melemah dan saat ini berada dalam valuasi yang cukup menarik. Dengan adanya dukungan stimulus ini, maka akumulasi pada kelas aset reksa dana saham syariah luar negeri yang berfokus pada negara China dan Hong Kong dapat menjadi alternatif investasi bagi investor dengan profil risiko agresif dan menginginkan pertumbuhan dalam jangka panjang.
Kunjungi website kami di https://www.ocbcnisp.com/id/individu/wealth-management/reksa-dana untuk informasi lebih lanjut mengenai produk reksa dana OCBC NISP, atau hubungi Relationship Manager Anda, atau kunjungi cabang OCBC NISP terdekat.