Negara yang Mencetak Uang Terlalu Banyak dan Akibatnya

22 Agt 2024

Pemerintah berkepentingan untuk menjaga jumlah uang yang beredar di masyarakat. Pasalnya, negara yang terlalu banyak mencetak uang akan jatuh dalam kondisi hyperinflation.

Pernah nggak sih kamu berpikir mengapa pemerintah tidak mencetak banyak uang agar semua rakyatnya menjadi kaya sehingga kemiskinan diberantas?

Pemikiran itu mungkin masuk akal bagi orang awam. Namun pada kenyataannya tidak sesederhana itu.

Dalam sistem ekonomi, negara yang mencetak banyak uang melebihi batas justru akan berada dalam bahaya. Negara itu akan menghadapi inflasi ekstrem atau yang dikenal dengan istilah hyperinflation. Apa itu?

Baca juga: Ini Dia Dampak Positif Inflasi Yang Jarang Diketahui

Apa Itu Hyperinflation?

Hyperinflation atau inflasi ekstrem adalah istilah yang menggambarkan  kenaikan harga barang dan jasa yang sangat cepat, berlebihan, dan tidak terkendali yang mengakibatkan inflasi ekstrem.

Seperti diketahui, inflasi mengukur laju kenaikan harga barang dan jasa dalam suatu perekonomian. Hiperinflasi menunjukkan kenaikan harga yang tidak terkendali selama periode tertentu, biasanya mencapai lebih dari 50% per bulan.

Hiperinflasi ini salah satunya disebabkan oleh jumlah uang yang beredar di suatu negara terlalu banyak dan tidak diiringi oleh pertumbuhan ekonomi. Alhasil, nilai uang itu akan anjlok, sementara harga barang melambung tinggi.

Ada beberapa negara yang pernah mengalami hiperinflasi, salah satunya Zimbabwe. Hiperinflasi di Zimbabwe terjadi pada bulan Maret 2007 hingga awal tahun 2009. Rata-rata tingkat inflasi harian di sana saat itu mencapai 98%.

Sebenarnya, gejala hiperinflasi di Zimbabwe sudah dimulai pada tahun 1999 setelah mengalami beberapa periode kekeringan dan diikuti penurunan Produk Domestik Bruto (PDB).

Akibatnya, negara terpaksa meminjam dana lebih banyak daripada yang dihasilkannya dan pemerintah mulai membelanjakan lebih banyak.

Negara ini meningkatkan pajak untuk membayar bonus kepada para veteran perang kemerdekaan, terlibat dalam perang di Kongo, dan meminjam dari Dana Moneter Internasional (IMF) untuk meningkatkan pembangunan dan standar hidup warga negara.

Baca juga: Kebijakan Fiskal: Tujuan, Jenis, Instrumen, & Contohnya

Penyebab Hiperinflasi

Hiperinflasi mempunyai dua penyebab utama, yaitupeningkatan jumlah uang beredar dan tarikan permintaan inflasi atau demand-pull inflation.

Sebab pertama terjadi ketika pemerintah suatu negara mulai mencetak uang terlalu banyak untuk membayar pengeluarannya. Ketika jumlah uang beredar meningkat, harga-harga naik seperti pada inflasi biasa.

Sementara penyebab kedua terjadi ketika lonjakan permintaan melampaui batas pasokan, membuat harga menjadi lebih tinggi. Hal ini bisa terjadi karena meningkatnya belanja konsumen, peningkatan ekspor secara tiba-tiba, atau peningkatan belanja pemerintah.

Ada penyebab lain yang membuat hiperinflasi ini terjadi, yaitu:

  • Suatu negara memiliki utang dalam jumlah besar, terutama utang dalam mata uang asing.
  • Kapasitas produktif negara terganggu, sehingga menghambat kemampuan pemerintah dalam mengumpulkan pendapatan pajak dan nilai tukar mata uang.
  • Biaya utang luar negeri meningkat (akibat jatuhnya nilai tukar), dan pemerintah tidak bisa mengumpulkan dana yang cukup untuk memenuhi pengeluarannya dan tidak bisa meminjam untuk menutup selisihnya, mungkin karena krisis kepercayaan dari pihak politik atau negara.
  • Pemerintah terpaksa mencetak uang untuk membayar tagihannya, nilai tukar mata uang anjlok, dan utang menjadi tidak terkendali.

Baca juga: 10 Tips Menghadapi Inflasi Agar Keuangan Tetap Terlindungi

Contoh Negara yang Mencetak Uang Terlalu Banyak

Hiperinflasi sebenarnya jarang menimpa negara-negara maju, tapi beberapa negara maju seperti Jerman, China, Rusia juga pernah mengalami kondisi ekonomi sulit ini.

Namun bicara tentang hiperinflasi akibat negara yang terlalu banyak mencetak uang, maka Zimbabwe adalah contoh yang paling nyata.

Kondisi ini dialami oleh Zimbabwe mulai tahun 2007, dan mengalami puncak inflasi pada tahun 2008 hingga 2009. Puncak inflasi di masa-masa tersebut diperkirakan mencapai 11,250 juta persen bahkan pernah menyentuh 231 juta persen.

Pemicu inflasi saat itu adalah suplai uang yang berlebihan. Presiden Robert Mugabe mencetak uang yang berlebihan guna mendanai kampanye pemilu. Saat kepemimpinannya, kondisi perekonomian terus-terusan memburuk.

Akibatnya, tingkat pengangguran di sana mencapai 80-94%. Banyak pabrik-pabrik manufaktur yang tutup sementara suplai makanan juga langka.

Pada bulan April 2009, Zimbabwe berhenti mencetak mata uangnya, dan beralih menggunakan mata uang negara lain. Pada pertengahan tahun 2015, Zimbabwe mengumumkan rencana untuk sepenuhnya beralih ke dolar Amerika Serikat.

Itulah ulasan mengenai contoh negara yang mencetak terlalu banyak uang dan dampaknya bagi perekonomian. Kamu bisa mendapat informasi menarik lain seputar keuangan dan perbankan dengan membuka laman Article OCBC.

Baca juga: Apa Itu Imported Inflation? Pengertian, Jenis, dan Contohnya


Story for your Inspiration

Baca

News Update - 20 Des 2024

Four lessons from the US inflation data

Baca

Investasi - 18 Des 2024

Pinjol Makin Mudah, Hati-hati Terjebak Hutang Konsumtif

See All

Produk Terkait

Individu

Individu

Solusi perbankan OCBC siap bantu kamu penuhi semua aspirasi dalam hidup #TAYTB
Nyala

Nyala

Dorong ambisimu untuk wujudkan kebebasan finansial, karena Tidak Ada Yang Tidak Bisa dengan Nyala OCBC
OCBC mobile
ONe Mobile

OCBC mobile

Tumbuhkan uang dalam 1 aplikasi bersama OCBC mobile yang baru.

Download OCBC mobile