Dalam investasi saham, ada salah satu strategi yang banyak digunakan investor sukses, yaitu value investing. Apa itu?
Value investing adalah strategi investasi saham yang harganya rendah namun memiliki potensi secara perhitungan fundamental. Dalam hal ini, seorang value investor akan aktif mencari saham yang menurut mereka “diremehkan” oleh pasar.
Metode value investing ini berasal dari filosofi investasi yang diajarkan oleh Benjamin Graham dan David Dodd di Columbia Business School pada tahun 1928 dan kemudian dikembangkan dalam teks analisis mereka tahun 1934.
Saat ini, metode value investing banyak digunakan oleh investor-investor besar di dunia saham, seperti Warren Buffett. Di Indonesia, Lo Kheng Hong menjadi value investor yang sukses bahkan mendapat julukan “Warren Buffett Indonesia”.
Baca juga: 6 Tujuan Investasi yang Benar, Begini Tips Mencapainya!
Value investing adalah metode membeli saham dengan harga bawah atau yang sering disebut dengan undervalue, dan dijual saat harganya sudah wajar. Harga beli dianggap tidak wajar, karena sebenarnya perusahaan itu memiliki fundamental yang baik.
Dengan begitu, value investing tidak sekadar membeli saham dengan harga murah saja. Sebaliknya, investor harus melakukan analisis terlebih dulu terkait harga dan perusahaan, termasuk membaca laporan keuangannya.
Insting seorang value investor akan aktif ketika melihat laporan keuangan perusahaan sebenarnya bagus, namun sahamnya dijual dengan harga murah. Dari situ, value investor akan yakin suatu saat harga saham ini akan naik dan memutuskan untuk investasi di sana.
Untuk memulai strategi ini, kamu harus mencari saham yang “salah harga” berdasarkan laporan keuangannya. Kamu perlu melakukan teknik analisa investasi top-down, yaitu mulai dari fundamental perusahaan lalu mengamati pergerakan saham dan daya beli masyarakat.
Baca juga: 10 Daftar Orang Terkaya di Dunia Versi Forbes, Siapa Saja?
Jika fundamental perusahaan, termasuk laporan keuangannya bagus, lalu mengapa harga sahamnya dijual dengan rendah hingga disebut undervalue?
Berikut ini beberapa faktor yang menyebabkan harga saham suatu perusahaan disebut undervalue.
Terkadang, orang berinvestasi secara tidak rasional berdasarkan bias psikologis dan bukan berdasarkan fundamental pasar. Ketika harga saham tertentu naik, mereka membelinya.
Mereka melihat bahwa jika berinvestasi 12 minggu yang lalu, mereka bisa memperoleh 15% saat ini, dan mereka menjadi takut ketinggalan. Akhirnya mereka pun akan berbondong-bondong beli saham tanpa perhitungan matang.
Sebaliknya, ketika harga suatu saham sedang jatuh atau ketika pasar secara keseluruhan sedang menurun, rasa enggan terhadap kerugian akan memaksa orang untuk menjual sahamnya.
Jadi, alih-alih menyimpan saham dan menunggu pasar berubah arah, mereka justru memutuskan untuk menjual saham meski dalam kondisi rugi.
Nah perilaku investor seperti ini tersebar luas sehingga mempengaruhi harga masing-masing saham, memperburuk pergerakan pasar, serta menciptakan pergerakan yang berlebihan.
Saham menjadi undervalue ketika perusahaannya dinilai tidak menarik. Hal ini disebabkan oleh fokus masyarakat pada sektor tertentu, sehingga melewatkan sektor yang lain.
Sebagai contoh, ketika bermunculan startup teknologi, banyak investor yang berinvestasi pada perusahaan-perusahaan tersebut karena melihat teknologi adalah masa depan.
Di sisi lain, mereka melupakan saham dari perusahaan yang memproduksi barang-barang tahan lama dan digunakan oleh masyarakat secara luas.
Harga saham bisa menjadi undervalue ketika berhembus kabar buruk dari perusahaan tersebut. Misalnya, pimpinan perusahaan meninggal dunia atau terjadi skandal di internal perusahaan.
Kondisi itu tentu akan menimbulkan sentimen negatif di masyarakat, dan pasar meresponsnya dengan penurunan nilai saham. Padahal, peristiwa itu akan berlalu, kesalahan akan diperbaiki, dan ketika fundamental perusahaan sebenarnya bagus, harga sahamnya pun akan bangkit.
Baca juga: Ingin Kaya di Usia Muda? Lakukan 10 Cara Jadi Miliarder Ini!
Kunci dalam menjalankan metode ini adalah dengan menganalisis perusahaan secara menyeluruh dan membuat keputusan yang masuk akal. Berikut beberapa strategi yang bisa kamu terapkan.
Lakukan analisis fundamental secara menyeluruh terhadap perusahaan yang akan diinvestasikan. Ini termasuk memeriksa laporan keuangan, rasio keuangan (seperti Price to Earnings Ratio, Price to Book Ratio, dan Debt to Equity Ratio), manajemen perusahaan, serta prospek industri.
Tujuan dari analisis ini adalah untuk menentukan nilai intrinsik dari saham tersebut dan membandingkannya dengan harga pasarnya. Jika harga pasar jauh di bawah nilai intrinsik, maka saham tersebut dianggap undervalued dan layak dibeli.
Fokus pada perusahaan yang memiliki keunggulan kompetitif yang tahan lama, seperti merek yang kuat, hak paten, biaya switching yang tinggi, atau jaringan distribusi yang luas.
Perusahaan-perusahaan ini cenderung lebih mampu mempertahankan keuntungan mereka dalam jangka panjang dan memberikan nilai lebih kepada pemegang saham.
Investor terkenal seperti Warren Buffett sangat menekankan pentingnya berinvestasi dalam perusahaan dengan "moat" atau parit ekonomi yang kuat.
Salah satu prinsip utama dari value investing adalah memiliki margin of safety, yaitu selisih antara nilai intrinsik dan harga pasar saham. Margin ini berfungsi sebagai perlindungan terhadap risiko ketidakpastian dan kesalahan dalam estimasi nilai intrinsik.
Dengan membeli saham yang jauh di bawah nilai intrinsiknya, Anda memberikan diri sendiri bantalan terhadap penurunan harga dan meningkatkan potensi keuntungan jika nilai intrinsik akhirnya tercermin dalam harga pasar.
Value investing bukanlah strategi cepat kaya, karena membutuhkan kesabaran dan komitmen jangka panjang. Pasar saham dapat berfluktuasi dalam jangka pendek, namun nilai intrinsik perusahaan yang baik akan tercermin dalam harga sahamnya seiring waktu.
Oleh karena itu, penting untuk memiliki pandangan jangka panjang dan tidak tergoda oleh pergerakan harga saham jangka pendek. Ini juga berarti memiliki disiplin untuk tetap berpegang pada analisis fundamental dan tidak terlalu dipengaruhi oleh sentimen pasar.
Itulah ulasan mengenai metode value investing dalam investasi saham. Menarik kan?
Seperti yang disebut di atas, investor terkenal asal Indonesia, Lo Kheng Hong juga menerapkan metode ini, loh! Kabar baiknya, kamu bisa mendengarkan pemaparan dan strategi Lo Kheng Hong dalam investasi saham secara langsung!
Ya, Lo Kheng Hong akan membagikan semua pengalaman suksesnya dalam berinvestasi saham pada salah satu kelas dari Ruang meNYALA di Nyala Festival 2024, loh!
Lo Kheng Hong akan menjadi pemateri dalam salah satu kelas Ruang meNYALA dengan tema “Stock Savvy: Mastering the Market”, pada Jumat 16 Agustus 2024 pukul 13.30-14.30 di arena Nyala Festival 2024, di City Hall PIM 3, Jakarta.
Kamu yang tertarik dengan kelas ini bisa membeli tiket Nyala Festival 2024 melalui tautan ini!
Baca juga: Investasi Dinar: Cara, Tips, kelebihan dan Kekurangan