Pernahkah kamu berada dalam situasi gajian baru cair, tapi di satu sisi ada utang yang menanti untuk dilunasi. Di sisi lain, kamu juga memiliki keinginan untuk bersedekah.
Dilema ini mungkin sering dihadapi oleh banyak orang. Lalu, sebenarnya mana yang lebih utama. Membayar hutang dulu atau sedekah dulu? Yuk, simak pembahasan di bawah ini!
Seorang ulama besar, Prof Yahya Zainul Ma'arif atau yang kerap disapa Buya Yahya pernah memberikan penjelasan tentang hal ini dalam kanal YouTube Al-Bahjah TV. Buya Yahya menjelaskan bahwa utang terbagi menjadi dua:
Yang pertama adalah utang yang sudah jatuh tempo. Jenis utang ini wajib hukumnya untuk dilunasi secepatnya. Utang kedua adalah utang yang belum jatuh tempo. Utang ini masih ada tenggat waktu untuk membayarnya.
Menurut Buya Hamka, jika seseorang memiliki utang yang belum jatuh tempo, dia boleh bersedekah. Namun boleh yang dimaksud Buya Hamka bukanlah yang terbaik.
Buya Hamka menganjurkan untuk mendahulukan yang wajib terlebih dahulu yaitu membayar hutang. Karena menurutnya, yang lebih utama tetap adalah untuk membayar utang.
“Karena bayar hutang hukumnya wajib. Sedekah hukumnya sunnah," katanya.
Sejatinya, Islam tidak pernah melarang perkara utang-piutang, namun mengaturnya agar umat Muslim tidak salah arah dalam memahami perkara tersebut. Islam membolehkan berhutang kepada orang lain namun tanpa riba. Selain itu, orang yang berhutang harus bertanggung jawab terhadap utangnya. Utang itu harus dikembalikan sesuai kesepakatan dengan orang yang memberikan utang.
Baca Juga: 5 Cara Melunasi Hutang Kartu Kredit Dengan Cepat Tanpa Molor
Tidak boleh seorang Muslim melarikan diri dengan maksud tidak membayar hutang. Perbuatan demikian sama artinya orang yang berhutang telah memakan harta orang lain secara batil.
Sebagaimana dijelaskan dalam hadits Nabi Muhammad SAW:
Rasulullah bersabda: Barangsiapa mengambil harta orang dengan tujuan ingin merusak (tidak mau membayar), niscaya Allah akan merusaknya.” (HR. Bukhari).
Ini diperkuat dengan firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 188:
Rasulullah bersabda: Barangsiapa mengambil harta orang dengan tujuan ingin merusak (tidak mau membayar), niscaya Allah akan merusaknya.” (HR. Bukhari).
Ini diperkuat dengan firman Allah Swt dalam Alquran surah Al-Baqarah ayat 188:
وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُم بَيْنَكُم بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِّنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ
Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui. (Alquran surah al-Baqarah ayat 188).
Dalam buku Harta Nabi karya Abdul Fattah As-Samman dijelaskan, Nabi Muhammad tidak sedang meninggalkan hutang ketika wafat. Meski dalam sebuah hadits diceritakan bahwa Rasululllah SAW pernah berhutang. Diceritakan pula bagaimana Rasulullah SAW pernah berhutang tepung dari gandum sebelum meninggal.
Meski pembayaran tepung gandum itu ditangguhkan Nabi, Nabi menyerahkan baju besi sebagai jaminannya. Kemudian beliau meninggal sebelum masa jatuh temponya tiba. Hadits yang dikeluarkan tentang peristiwa ini yaitu gadai zirah, kemudian disebut sebagai utang adalah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari.
Baca Juga: 9 Cara Melunasi Hutang dengan Cepat, Tak Perlu Bingung!
Dari Anas bin Malik dan Aisyah diriwayatkan: "Rasulullah SAW pernah membeli makanan dari seorang Yahudi dengan pembayaran yang ditangguhkan. Lalu beliau meminjamkan (gadai) baju besi beliau kepadanya,".
Hadits lainnya yang diriwayatkan Aisyah berbunyi: "Sesungguhnya Rasulullah pernah membeli makanan dari seorang Yahudi dengan pembayaran yang ditangguhkan sampai setahun, kemudian beliau menggadaikan baju besi beliau (sebagai jaminan) kepadanya,".
Hadits lainnya yang diriwayatkan Aisyah berbunyi: "Sesungguhnya Rasulullah pernah membeli makanan dari seorang Yahudi dengan pembayaran yang ditangguhkan sampai setahun, kemudian beliau menggadaikan baju besi beliau (sebagai jaminan) kepadanya,".
Sedekah adalah hal yang sangat dianjurkan dalam agama Islam baik dalam keadaan berkecukupan atau sempit. Namun, sebenarnya bolehkah sedekah tapi masih punya utang?
Sedekah menurut istilah berarti memberikan sesuatu kepada yang berhak menerimanya dan semata-mata mengharap rida Allah SWT. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam buku Fikih Madrasah Ibtidaiyah Kelas V karya Yusak Burhanudin dan Muhammad Najib.
Perlu diketahui, hukum mengeluarkan sedekah adalah sunah muakad. Dengan kata lain, apabila seorang muslim tidak berkemungkinan mengeluarkannya maka tidak berdosa dirinya.
Dikutip dari buku Jabalkat II: Jawaban Problematika Masyarakat karya Purnasiswa 2015 MHM Lirboyo, hukum sedekah tapi masih punya utang ada dua, yaitu boleh dan haram.
Jika dengan mengeluarkan sedekah, seorang muslim menjadi tidak mampu melunasi utangnya maka hukumnya jadi haram. Berdasarkan prioritas antara membayar hutang dan bersedekah, seseorang harus lebih mengutamakan hutang yang hukumnya wajib daripada bersedekah yang berhukum sunnah.
Hal ini sesuai dengan hadis Rasulullah SAW yang berbunyi:
لَوْ كَانَ لِي مِثْلُ أُحُدٍ ذَهَباً لَسَرَّنِي أَنْ لَا يَمُرَّ عَلَى ثَلَاثُ لَيَالٍ وَعِنْدِي مِنْهُ شَيْءٌ إِلَّا شَيْءٌ أُرْصِدُهُ لِدَيْنِ رواه البخاري
Artinya: "Andaikata aku punya emas sebesar bukit uhud, maka akan membahagiakanku jika tidak terlewat tiga hari dan emas itu telah habis (untuk beramal baik), kecuali sedikit emas yang aku simpan (persiapkan) untuk melunasi hutang." (HR Bukhari)
Imam Abu Zakaria Muhyiddin an-Nawawi juga memiliki pendapat yang serupa. Sedekah tapi masih punya utang bukanlah perbuatan yang dianjurkan dan termasuk menyalahi sunnah. Bahkan jika dengan bersedekah menjadikannya tidak mampu membayar utang maka hukumnya menjadi haram.
Imam An-Nawawi dalam Minhajut Thalibin wa 'Umdatul Muftin fil Fiqh mengatakan, orang yang memiliki utang atau berkewajiban menafkahi orang lain, lebih diutamakan baginya untuk melunasi tanggungan yang wajib baginya dan dianjurkan untuk tidak bersedekah dulu.
"Menurut pendapat yang lebih sahih, haram hukumnya menyedekahkan harta yang Ia [1] butuhkan untuk menafkahi orang yang wajib Ia nafkahi, atau (harta tersebut ia butuhkan) untuk membayar utang yang tidak dapat dilunasi (seandainya ia bersedekah)," jelasnya.
Syekh Khatib As-Sirbini dalam kitabnya yang berjudul Mughnil Muhtaj juga mengutarakan hal yang sama. Ia menyebut, membayar utang merupakan perkara wajib yang harus didahulukan dari perkara yang sunnah (sedekah).
Namun apabila hutangnya bisa lunas melalui harta lain maka tidak masalah bersedekah dengan harta tersebut, kecuali berakibat pada pembayaran. Jadi, sedekah tapi masih punya hutang boleh dilakukan apabila seorang muslim tersebut optimis (memiliki dzan) bisa membayar hutangnya dari sumber lain yang tidak disedekahkan.
Pendapat lain diungkapkan oleh Imam Ar-Ramli dalam kitabnya yang berjudul Nihayatul Muhtaj. Ia mengatakan bahwa larangan sedekah tapi masih punya hutang tidak bersifat umum atau harus. Menurutnya, bersedekah dengan hal-hal kecil seperti memberi makanan, minuman, atau perkara kecil lainnya, tetap disunnahkan untuk dilanjutkan.
Baca Juga: Pengertian Sedekah, Keutamaan, Macam, & Bedanya dengan Infaq
Namun perlu diingat bahwa membayar utang adalah sebuah kewajiban yang harus ditunaikan. Bukan hanya soal finansial, tetapi juga terkait dengan tanggung jawab moral dan spiritual.
Menunda atau tidak membayar hutang dapat mendatangkan dosa dan merusak hubungan dengan orang lain. Di sisi lain, melunasi utang tepat waktu akan memberikan ketenangan jiwa, terhindar dari rasa bersalah dan beban pikiran.
Lebih dari itu, membayar hutang juga diyakini dapat membuka pintu rezeki dan keberkahan dalam hidup. Allah SWT akan memudahkan rezeki bagi orang yang berniat baik dan menyelesaikan kewajibannya. Membuka peluang untuk mendapatkan kebahagiaan dan kesuksesan dalam hidup.
Oleh karena itu, mendahulukan pembayaran utang adalah pilihan yang lebih utama. Ini bukan hanya soal menyelesaikan kewajiban, tetapi juga membawa manfaat bagi ketenangan jiwa dan membuka peluang kebahagiaan di masa depan.
Buat kamu yang masih memiliki hutang, segera atur keuangan agar bisa segera melunasi utang-utangmu. Kamu bisa mengumpulkan uang untuk membayar utang dengan Tabungan Berjangka OCBC mobile.
Tinggal tentukan target tabungan dan tenor menabungmu, kamu bisa mulai mencicil tabungan untuk membayar hutang. Setelah dana terkumpul, kamu bisa langsung transfer dengan OCBC mobile.