ATMR adalah aktiva tertimbang menurut risiko atau Risk Weighted Asset.
Mungkin kata ATM sudah familiar di kalangan masyarakat. Tetapi, pernahkah Anda mendengar ATMR? Bagi orang-orang yang berkarir di bidang keuangan perusahaan startup maupun bukan, tentu sudah tidak asing dengan istilah ini.
ATMR adalah singkatan dari Aktiva Tertimbang Menurut Risiko. Bagi Anda yang belum mengerti tentang hal ini, yuk simak penjelasan berikut!
Sebelum mengetahui lebih lanjut tentang ATMR, perlu diketahui bahwa kepanjangan ATMR adalah Aset Tertimbang Menurut Risiko. Dalam bahasa Inggris, ATMR adalah Risk Weighted Asset atau RWA. Adapun pengertian aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR) yaitu jumlah aset sebuah bank dengan pertimbangan risiko masing-masing aset tersebut.
Contohnya, jika sebuah bank memiliki aset Rp200 triliun, nilai ATMR aset tersebut belum tentu senilai asetnya. Ada kemungkinan nilai ATMR-nya hanya setengah dari nilai aset tersebut. Mengapa? Karena, dalam aset tersebut ada kemungkinan aset yang memiliki beberapa risiko seperti kredit, pasar, atau operasional.
Selain bernilai setengah dari nilai asetnya, ATMR juga bisa bernilai nol. Misalnya, sebuah bank memiliki aset obligasi pemerintah sebesar Rp200 triliun, maka nilai ATMR dari obligasi tersebut adalah nol.
Mengapa? Karena bisa dipastikan obligasi yang adai di bank tersebut akan dilunasi oleh pemerintah. Oleh karena itu, berdasarkan pendekatan risiko kredit, nilai ATMR obligasi tersebut adalah nol.
Manfaat lain adanya ATMR adalah sering digunakan sebagai indikator risiko penurunan nilai aset bank. Jika ATMR aset sebuah bank bernilai nol, bisa dipastikan risiko penurunan nilai aset tersebut hampir tidak ada. Sebaliknya, jika nilai ATMR aset sebuah bank sama dengan nilai asetnya, maka risiko penurunan nilai aset sangat besar.
Sebelum mempelajari cara menghitung ATMR, perlu diketahui bahwa ada dua jenis perhitungan ATMR. Yang pertama, perhitungan ATMR adalah yang dihitung dari on Balance Sheet (on B/S). Cara menghitung ATMR on Balance Sheet yaitu dengan menghitung semua aktiva yang tertera di laporan keuangan bank.
Sedangkan, penghitungan ATMR off Balance Sheet dilakukan dengan menghitung aktiva yang berasal dari tagihan administrasi bank. Cara menghitung ATMR secara umum yaitu dengan mengalikan akumulasi penyusutan/ penyisihan atau cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) dengan bibit risiko.
Perlu diketahui bahwa besaran bibit risiko masing-masing aktiva telah ditentukan oleh Bank Indonesia. Nominal dari hasil laporan posisi keuangan (neraca) dikurangi dengan hasil perkalian tadi.
Berikut ini contoh perhitungan ATMR on Balance Sheet berdasarkan penjelasan cara menghitung ATMR di atas.
Aktiva Jumlah Bobot Risiko (%) ATMR
- Kas 10.000 0 0
- Penempatan Pd di Bank Indonesia 60.000 0 0
- Giro pada Bank lain 12.000 20 2.400
- Penempatan Pada Bank lain 30.000 20 6.000
- PPAP/CKPN (2.000)
- Sertifikat Bank Indonesia 30.000 0 0
- Surat Berharga Ps Uang 32.000 20 6.200
- PPAP/CKPN (1.000)
- Kredit diberikan 120.000 100 117.000
- PPAP/CKPN (3.000)
- Investasi 22.500 100 20.000
- PPAP/CKPN (2.500)
- Aktiva tetap 10.000 100 8.000
- Akumulasi penyusutan (2.000)
Jumlah ATMR = 159.600
Perlu diketahui, tidak semua bibit risiko bernilai 100 persen, besarnya tergantung dari jenis kredit yang telah diatur oleh Bank Indonesia. Untuk perhitungan off Balance Sheet, pola perhitungan ATMR adalah sama seperti pola di atas.
Manfaat penghitungan ATMR adalah mengetahui kemampuan finansial sebuah bank jika terjadi sesuatu pada aset bank tersebut. Setiap bank diwajibkan memiliki modal yang bisa dimanfaatkan sebagai buffer atau penyangga untuk mengatasi kerugian perusahaan yang mungkin terjadi. Jika tidak, maka bank bisa di ambang kebangkrutan.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui peraturannya menetapkan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) atau dalam bahasa Inggris disebut dengan istilah Capital Adequacy Ratio (CAR). CAR adalah modal minimum yang harus dimiliki sebuah bank untuk mengantisipasi risiko penurunan nilai aset yang dimilikinya.
Berdasarkan hal tersebut, sifat CAR terhadap ATMR adalah relatif. Secara umum, CAR yang harus dimiliki setiap bank berkisar antara 8 – 14 persen dengan tetap mempertimbangkan peringkat profil risiko bank tersebut.
Profil risiko bank ditentukan berdasarkan peraturan yang dibuat oleh Bank Indonesia atau Otoritas Jasa Keuangan. Sebagai contoh, bank dengan CAR 9% berkewajiban memiliki CAR sebesar 9% dari aset ATMR-nya.
Manfaat penghitungan ATMR adalah menghasilkan jumlah modal penyangga atau CAR yang harus dimiliki sebuah bank. Modal untuk memenuhi kewajiban CAR tidak hanya berasal dari pemegang saham saja. Oleh karena itu, OJK membagi modal bank dalam dua tipe berikut.
Modal inti dikenal sebagai modal tier 1 yang terdiri dari modal utama dan tambahan. Modal ini berasal dari modal disetor, agio, laba ditahan, dan jenis modal inti lainnya. Yang disebut sebagai modal inti tambahan yaitu bentuk modal yang tidak ada jatuh temponya seperti saham preferens dan obligasi subordinasi perpetual.
Modal pelengkap biasa disebut sebagai modal tier 2, bisa berasal dari penerbitan obligasi subordinasi berjangka waktu tertentu. Sifat jenis modal yang bukan berasal dari ekuitas tradisional terhadap ATMR adalah dibatasi oleh OJK.
Namun, terdapat ketentuan minimum modal inti utama dan secara keseluruhan yang harus dipenuhi. Misalnya, minimum modal inti utama adalah 5% persen dari ATMR. Namun, modal inti secara keseluruhan yaitu 7% dari ATMR.
Tujuan menghitung ATMR adalah untuk memantau seberapa besar eksposur risiko sebuah bank. Jika sebuah bank memiliki aset lebih besar, kemungkinan eksposur terhadap ATMR lebih kecil daripada bank dengan aset lebih kecil. Yuk kunjungi blog OCBC untuk mendapatkan beragam tips keuangan!