Shut down point adalah titik balik suatu perusahaan, apa artinya?
Shut down point adalah salah satu teori biaya produksi yang membahas tentang kapan suatu bisnis harus diberhentikan atau ditutup.
Kita semua tahu bahwa setiap perusahaan pasti menginginkan keuntungan dan kesuksesan. Namun, terkadang perusahaan bisa saja merugi.
Ketika perusahaan tersebut sudah tidak dapat menutupi kerugiannya,di sinilah bisa dikatakan bahwa perusahaan itu sedang berada di shut down point.
Pahami lebih lanjut mengenai apa itu shut down point dan bagaimana cara kerjanya dalam artikel di bawah ini.
Shut down point adalah titik di mana sebuah perusahaan tidak lagi dapat menutupi biaya variabelnya untuk menghasilkan suatu produk atau layanan dalam jangka pendek.
Pada titik ini, pendapatan yang diperoleh tidak cukup untuk menutupi biaya variabel produksi, seperti bahan baku, upah tenaga kerja, dan utilitas.
Dalam jangka pendek, perusahaan dapat menghadapi situasi di mana pendapatan yang dihasilkan tidak cukup untuk menutupi biaya variabel, tetapi masih dapat menutupi biaya tetap.
Dalam situasi ini, perusahaan mungkin memutuskan untuk tetap beroperasi meskipun mengalami kerugian, karena mereka dapat menutupi sebagian besar biaya mereka.
Namun, ketika pendapatan turun hingga di bawah titik shutdown, perusahaan akan menghadapi kerugian yang lebih besar jika mereka tetap beroperasi.
Oleh karena itu, mereka memilih untuk menghentikan operasi sementara atau bahkan secara permanen sampai kondisi pasar membaik.
Shutdown point adalah suatu konsep penting dalam analisis biaya perusahaan. Ini membantu manajer untuk memahami tingkat pendapatan minimum yang diperlukan agar operasi tetap menguntungkan dalam jangka pendek.
Dengan memahami shutdown point, manajer dapat membuat keputusan yang tepat tentang apakah melanjutkan operasi atau menghentikannya dalam situasi ekonomi yang sulit.
Baca Juga: Pengertian Profitability Ratio, Jenis dan Cara Menghitungnya
Shut down point dapat bersifat sementara atau permanen tergantung pada jenis keadaan ekonomi yang menyebabkan penutupan tersebut.
Untuk produk non-musiman, resesi ekonomi dapat mengurangi permintaan konsumen dan memaksa penutupan sementara (penuh atau sebagian) sampai ekonomi pulih.
Terkadang permintaan benar-benar habis karena perubahan preferensi konsumen atau perubahan teknologi.
Misalnya, tidak ada lagi yang membuat televisi Cathode Ray Tube (CTR), sehingga tidak ada peluang bagi pabrik yang baru akan membukanya.
Ketika berada dalam fase shut down point, perusahaan tidak mendapatkan keuntungan dari proses produksi yang dilakukan.
Jika kerugiannya meningkat, baik karena kenaikan biaya variabel atau penurunan pendapatan, biaya operasi akan melebihi pendapatan.
Sehingga, akan lebih efektif untuk menutup daripada melanjutkan. Jika terjadi sebaliknya, lebih praktis melanjutkan produksi.
Jika suatu bisnis dapat menghasilkan pendapatan yang lebih besar atau sama dengan total biaya variabelnya, maka dapat menggunakan pendapatan tambahan tersebut untuk membayar biaya tetapnya.
Jika sebuah perusahaan dapat menghasilkan margin kontribusi (contribution margin) positif, maka bisa terus beroperasi meskipun mengalami kerugian dalam margin kotor.
Baca Juga: Faktor Middle Income Trap dan Strategi Indonesia Hindarinya
Perhitungan shut down point dapat ditentukan dengan keputusan jangka pendek dan jangka panjang. Berikut masing-masing penjelasannya.
Mengingat bahwa biaya tetap adalah biaya yang dikeluarkan perusahaan bahkan jika produksi turun menjadi nol, perusahaan harus terus berproduksi untuk menutupi biaya variabelnya.
Karena jika pendapatan lebih besar dari biaya variabel, setidaknya masih ada yang menutupi sebagian biaya tetap yang dikeluarkan.
Oleh karena itu, keputusan shut down jangka pendek terjadi ketika harga P kurang dari atau sama dengan biaya variabel rata-rata pada titik maksimalisasi laba.
Rumus shut down point jangka pendek dapat digambarkan dengan:
P≤AVC
Berikut adalah gambar grafik yang menunjukkan shut down jangka pendek perusahaan:
Keputusan penghentian akan berbeda dalam jangka panjang dibandingkan dalam jangka pendek, karena semua biaya dapat dihindari dalam jangka panjang.
Dalam jangka panjang, perusahaan harus tutup jika keuntungan atau return yang didapatkan tidak menutupi total biaya.
Kita tahu bahwa jika sebuah perusahaan tidak mendapat untung atau rugi, itu pasti akan bangkrut dalam jangka panjang.
Rumus shut down point jangka panjang dapat digambarkan dengan:
π ≤ TR −TC
Kemudian, kedua sisinya dibagi dengan Q.
π /Q ≤ TR/Q - TC/Q
π /Q harus nol karena pada titik penutupan, keuntungan harus nol. Sementara, TR/Q sama dengan harga dan TC/ Q sama dengan biaya total rata-rata (ATC).
0 ≤ P −ATC atau P ≤ ATC
Artinya, perusahaan harus tutup dalam jangka panjang apabila pendapatan kurang dari biaya total produksi rata-rata.
Itulah penjelasan mengenai pengertian shut down point dalam suatu perusahaan. Hal ini perlu dipahami agar perusahaan atau bisnis bisa lebih memahami posisinya.
Suatu perusahaan setidaknya perlu menghasilkan keuntungan normal dalam jangka panjang. Dengan begitu, perusahaan tersebut bisa bertahan.
Dalam rangka mengembangkan suatu bisnis, tentu Sobat OCBC NISP membutuhkan modal yang tidak sedikit untuk mewujudkan hal tersebut.
Nah, OCBC NISP memiliki solusi pembiayaan untuk keberlangsungan bisnismu. Apa itu?
Sobat OCBC NISP bisa menggunakan layanan pembiayaan Kredit Usaha OCBC NISP. Mulai dari Kredit Modal Kerja, Kredit Investasi, hingga Kredit Pembelian Komersial.
Dengan proses yang cepat dan fleksibel, serta tenor yang panjang, Bank OCBC NISP siap mendampingi pengembangan bisnismu.
Yuk, ajukan sekarang!
Baca Juga: Apa Itu Force Majeure? Pengertian, Jenis-Jenis & Contohnya