Depresiasi mobil adalah penurunan nilai jual akibat pemakaian.
Nilai depresiasi mobil adalah pertimbangan yang perlu dipikirkan sebelum membeli kendaraan satu ini. Hal ini bertujuan agar Sobat OCBC NISP tidak rugi terlalu banyak jika suatu hari nanti ingin menjualnya.
Jadi, supaya tidak mengalami banyak kerugian saat menjualnya, yuk simak cara menghitung depresiasi mobil di artikel berikut ini!
Istilah depresiasi selalu berkaitan dengan makna penyusutan atau turunnya nilai, begitu pun dengan kata depresiasi mobil.
Secara sederhana, depresiasi mobil adalah penyusutan nilai yang mengakibatkan penurunan harga saat dijual.
Beberapa aset memang bisa memiliki nilai lebih tinggi saat dijual, apalagi jika barang tersebut terbatas.
Namun, hal ini tidak berlaku pada aset berbentuk kendaraan. Umumnya, nilai kendaraan seperti mobil akan cenderung menurun atau mengalami depresiasi ketika hendak dijual.
Salah satu alasannya adalah karena kendaraan bukanlah harta yang dapat berkembang seperti tanah atau bangunan.
Dalam praktiknya, ada beberapa faktor yang memengaruhi depresiasi mobil, di antaranya adalah sebagai berikut:
Nyatanya, depresiasi mobil adalah hal yang mutlak terjadi, bahkan pada mobil baru.
Jadi, meskipun baru 5 menit dibeli, namun jika mobil tersebut telah digunakan dan menginjak aspal, maka harganya menurun sekitar 15-20%.
Alasannya adalah karena mobil tersebut sudah terhitung sebagai mobil bekas, meskipun baru dipakai selama 5 menit.
Jadi, misalkan harga barunya adalah Rp500 juta, maka dengan penyusutan sebesar 20%, nilai jualnya langsung terpotong Rp100 juta.
Biasanya, depresiasi mobil terbesar terjadi di tahun pertama pembelian. Setelah itu, persentase penyusutannya akan menurun menjadi 5-10% saja.
Baca juga: 5 Metode Penyusutan Aktiva Tetap, Faktor & Contohnya
Selain umur, merek juga bisa memengaruhi nilai depresiasi mobil. Umumnya, merek mobil mewah cenderung mengalami depresiasi lebih besar dibandingkan yang lain.
Kenapa bisa begitu? Alasannya adalah karena mobil merek mewah identik dengan biaya perawatan yang mahal.
Karena itulah, saat dijual kembali harganya cenderung jatuh terlalu banyak.
Faktor selanjutnya yang memengaruhi nilai depresiasi mobil adalah kondisinya. Mobil dengan kondisi baik dan cat yang masih bagus tentunya memiliki nilai plus saat dijual.
Inilah mengapa, sebelum menjualnya dianjurkan untuk repaint atau memoles body kendaraan terlebih dahulu.
Tindakan tersebut dapat meminimalisasi adanya lecet maupun penyok di mobil. Dengan begitu, depresiasi yang terjadi tidak terlalu tinggi.
Ternyata, warna mobil juga menjadi salah satu faktor yang memengaruhi nilainya saat dijual kembali, lho.
Biasanya, harga mobil dengan warna dasar seperti hitam, putih, silver atau abu-abu cenderung mengalami penurunan harga lebih sedikit.
Pasalnya, warna ini memiliki cukup banyak peminat dibandingkan yang lain. Selain monokrom, ada juga warna lain yang digemari banyak orang, contohnya seperti merah atau biru.
Di proses jual beli, jumlah permintaan juga berperan penting dalam penentuan naik turunnya harga.
Sesuai hukum ekonomi yang berlaku, apabila permintaan tinggi dan ketersediaan barang rendah, maka harga akan semakin meningkat.
Sebaliknya, jika permintaan sedikit sementara ketersediaan mobil cukup banyak, maka harganya pasti akan cenderung turun.
Baca juga: Aset Tetap: Pengertian, Jenis, Karakteristik dan Contoh
Faktor terakhir yang memengaruhi nilai depresiasi mobil adalah jarak tempuh. Kebanyakan orang cenderung enggan membeli mobil bekas dengan jarak tempuh yang jauh.
Sebab, jika sebelumnya tidak dirawat dengan baik, jarak tempuh tersebut bisa berpengaruh pada performa mesin mobil.
Lantas bagaimana cara menghitung depresiasi mobil? Dalam penjelasan di atas, telah disebutkan bahwa salah satu faktor yang memengaruhi nilai depresiasi mobil adalah umurnya.
Biasanya, harga mobil baru akan langsung mengalami penyusutan sekitar 15-20% dari harga jualnya pada tahun pertama setelah pembelian.
Sedangkan untuk mobil bekas, penyusutannya cenderung lebih pelan dan kecil, yakni hanya sekitar 10-15%.
Misalnya, A membeli sebuah mobil baru di tahun 2017 dengan harga Rp200 juta. Di tahun pertama, nilai mobil tersebut turun sekitar 20% dari harga beli, yaitu sekitar Rp40 juta.
Kemudian, di tahun kedua, depresiasinya bertambah 8% dari harga yang sudah menyusut di tahun awal.
Nilai jual di tahun pertama = Rp200.000.000 - Rp40.000.000 = Rp160.000.000
Nilai jual di tahun kedua = Rp160.000.000 - Rp16.000.000 = Rp144.000.000
Jadi, dari perhitungan di atas, dapat disimpulkan bahwa depresiasi mobil membuat nilai jual semakin kecil setiap tahunnya.
Baca juga: Mengenal Aktiva, Pengertian, Sifat, Jenis-Jenis, & Contohnya
Meskipun depresiasi adalah hal mutlak, namun ada beberapa tips yang dapat dilakukan agar nilai penyusutan mobil tetap stabil, di antaranya adalah sebagai berikut:
Performa mesin adalah salah satu aspek yang sangat diperhatikan pembeli sebelum memilih mobil.
Oleh karena itu, jangan lupa untuk selalu merawat kendaraan Anda dengan rutin agar kondisi mesin tetap memiliki performa baik.
Agar harga jual mobil tidak turun drastis, pastikan Anda selalu menjaga surat-surat kendaraan dalam kondisi baik, aktif, dan lengkap.
Seperti dalam poin sebelumnya, melakukan perawatan mobil secara rutin adalah hal yang penting untuk menjaga nilai jualnya.
Namun, tidak hanya mesin, Anda juga harus memperhatikan apakah ada lecet, penyok atau kerusakan dari sisi eksterior mobil.
Saat menggunakan agen, keuntungan penjualan pasti akan terbagi beberapa persen.
Jadi, agar Anda mendapatkan seluruh keuntungan, usahakan untuk menjualnya sendiri melalui marketplace atau media sosial seperti Facebook.
Itulah pembahasan seputar depresiasi harga mobil dan cara menghitungnya. Semoga informasi di atas bisa membantu Sobat OCBC NISP untuk membuat keputusan sebelum membeli mobil maupun menjualnya
Nah, jika Anda tertarik untuk membaca insight seputar keuangan, yuk baca artikel lain di blog OCBC NISP!
Baca juga: Apa itu Liabilitas? Ini Pengertian, Jenis, dan Contohnya