Akumulasi depresiasi adalah kalkulasi kumpulan beban penyusutan secara periodik.
Akumulasi depresiasi adalah kumpulan perhitungan beban penyusutan secara periodik. Biasanya ini dicatat pada neraca keuangan.
Perhitungan akumulasi depresiasi tersebut diperlukan guna mengetahui nilai aktiva tetap yang akan dilaporkan dalam pajak maupun keperluan akuntansi.
Untuk lebih memahami tentang akumulasi depresiasi dan rumus hitungnya, baca pembahasan di bawah ini sampai akhir!
Di dalam laporan keuangan, terdapat dua nilai depresiasi atau penyusutan, yakni biaya depresiasi dan akumulasi depresiasi.
Biaya depresiasi diartikan sebagai suatu penggunaan atas manfaat pada aktiva tetap yang diakui.
Sementara akumulasi depresiasi adalah kumpulan dari beban penyusutan selama periode tahun pertama sampai dengan tahun selanjutnya hingga batas penyusutan ditentukan.
Maka dari itu, nilai tercatat aset adalah selisih atas harga beli dengan akumulasi depresiasi.
Adapun contoh harta benda yang dihitung dalam akumulasi depresiasi aset adalah peralatan pabrik, gedung, peralatan kantor, kendaraan, dan lainnya.
Perlu Sobat OCBC NISP ketahui, akumulasi depresiasi hampir terjadi pada seluruh aktiva tetap, kecuali tanah.
Pasalnya, menurut Kementrian Keuangan Republik Indonesia, tanah dipersepsikan memiliki nilai yang selalu naik pada tiap periodenya sehingga tidak dapat mengalami penyusutan.
Oleh sebab itu, biasanya kebanyakan pebisnis lebih tertarik pada investasi tanah dibandingkan aktiva tetap lainnya.
Terdapat sejumlah karakteristik dari akumulasi depresiasi. Adapun karakteristik akumulasi depresiasi adalah sebagai berikut.
Baca juga: Capex Adalah: Arti, Cara Hitung dan Bedanya dengan Opex
Terdapat beberapa faktor yang berpengaruh dalam perhitungan akumulasi depresiasi, di antaranya adalah sebagai berikut.
Salah satu faktor yang menentukan akumulasi depresiasi adalah harga perolehan aset, baik itu dalam kondisi baru maupun bekas.
Sebelum Anda menghitung besaran penyusutan aset, ketahui terlebih dahulu berapa harga aktiva saat belum dimiliki oleh perusahaan.
Harga perolehan aset ini nantinya digunakan sebagai dasar depresiasi nilai aktiva pada tiap periode tertentu.
Anda juga perlu mempertimbangkan umur dari aktiva sampai nilai kegunaannya mencapai Rp0 atau diputuskan untuk dijual perusahaan.
Umur ekonomis dari aktiva bisa bervariasi tergantung pada jenisnya, seperti berapa bulan atau tahun.
Hal lainnya yang berpengaruh dalam akumulasi depresiasi adalah nilai residu. Nilai residu yaitu nilai aktiva setelah dikurangi nominal depresiasi pada tiap periode tertentu.
Nilai residu adalah nilai akhir aset setelah mengalami kerusakan atau penurunan kualitas sehingga nominalnya dapat mencapai Rp0 bila tidak dapat dimanfaatkan lagi.
Cara menghitung akumulasi depresiasi umumnya menggunakan metode garis lurus dan saldo menurun.
Adapun lebih jelasnya mengenai cara menghitung akumulasi depresiasi adalah sebagai berikut.
Akumulasi depresiasi menggunakan metode garis lurus dapat dilakukan dengan menentukan estimasi nilai residu aktiva di akhir tahun pemakaian.
Adapun rumus akumulasi depresiasi dengan metode garis lurus, yaitu:
Biaya Penyusutan = (Biaya Perolehan Aset - Nilai Residu) : Umur Ekonomis
Contoh penerapan metode garis lurus dalam akumulasi depresiasi adalah sebagai berikut.
Perusahaan X ingin menjual sebuah mesin produksi seharga Rp7 juta dalam 5 tahun mendatang. Estimasi nilai residunya saat dijual adalah Rp1 juta. Berikut penyusutannya:
Biaya Penyusutan =
= (Rp7.000.000 - Rp1.000.000) : 5 tahun
= Rp6.000.000 : 5 tahun
= Rp1.200.000
Dengan demikian, jika perusahaan X ingin menjual mesinnya seharga Rp1 juta pada 5 tahun mendatang, biaya penyusutan per tahunnya harus Rp1,2 juta atau kurang dari itu.
Baca juga: Mengenal Apa itu Deplesi, Tujuan, dan Cara Menghitungnya
Cara berikutnya untuk menghitung akumulasi depresiasi adalah dengan menggunakan metode saldo menurun ganda.
Metode saldo menurun ganda umumnya lebih hati-hati dalam penentuan estimasi dibandingkan dengan garis lurus.
Maka dari itu, nominal penyusutannya dinaikkan dua kali lipat. Adapun rumus akumulasi depresiasi menggunakan metode saldo menurun ganda, yakni:
Biaya Penyusutan = Biaya Perolehan Aset x (Persentase Depresiasi Ganda)
Contoh penerapan metode saldo menurun ganda dalam akumulasi depresiasi adalah sebagai berikut.
Perusahaan X ingin menjual sebuah mesin produksi seharga Rp8 juta dalam 5 tahun mendatang, dengan estimasi nilai residunya saat dijual adalah Rp1 juta. Berikut penyusutannya:
Persentase depresiasi per tahun = ⅕ tahun x 100% = 20%
Persentase depresiasi berganda = 2 x 20% = 40%
Maka biaya penyusutan per tahunnya adalah sebagai berikut.
Total nilai residu = Rp8.000.000 - Rp7.377.920 = Rp622.080
Dengan demikian, berdasarkan metode saldo menurun ganda, mesin produksi perusahaan X tidak dapat dijual seharga Rp1 juta, tapi Rp622 ribu saja dalam 5 tahun mendatang.
Meskipun dihitung dengan langkah yang hati-hati, metode saldo menurun ganda bisa saja tidak sesuai ekspektasi perusahaan.
Oleh karena itu, solusinya bisa mempertimbangkan metode saldo menurun tunggal. Rumus akumulasi depresiasi menggunakan metode saldo menurun tunggal, yakni:
Biaya Penyusutan = Biaya Perolehan Aset x (Persentase Penyusutan Tunggal)
Demikian penjelasan mengenai apa itu akumulasi depresiasi dan rumusnya. Bisa dilihat, perhitungan akumulasi depresiasi adalah hal yang penting bagi perusahaan.
Hal tersebut dikarenakan hasilnya dapat dimanfaatkan untuk melakukan monitoring maupun manajemen terhadap aset demi menjaga kesehatan finansial perusahaan.
Berbicara mengenai urusan kesehatan finansial, tentu masih ada banyak hal yang perlu dipahami.
Namun, tidak perlu khawatir karena Sobat OCBC NISP dapat mencari tahu lebih banyak informasi seputar keuangan perusahaan maupun personal di blog OCBC NISP. Yuk kunjungi sekarang juga!
Baca juga: Manajemen Aset: Siklus, Tujuan & Manfaatnya bagi Perusahaan